Senin, 10 November 2008

SYARIAT ISLAM DI ERA GLOBALISASI


Dalam zaman yang serba modern ini, tatanan duniapun bergeser dari manual ke digital. Dalam segi agama banyak hal-hal yang samar-samar maupun sengaja disamarkan juga ikutan berpengaruh ke tatanan yang maunya serba praktis meskipun sebenarnya tidak mendapat ridlho dan bertentangan dengan syariah.
Sebenarnya kalau kita mau berpikir simple, Islam itu sifatnya flexible dan bisa diterapkan dalam semua tatanan kehidupan sosial maupun politik. Tapi lihatlah, karena kesombongan manusia yang ingin menciptakan hukum sendiri, yang sangat bertentangan dengan akidah maupun syariah hal-hal yang sebenarnya bisa diterapkan malah dilarang dan yang mestinya dilarang malah diterapkan....
Disini kami akan memberikan masukan kepada Ikhwanul muslimin semuanya, mudah-mudahan apa yang kami sampaikan bermanfaat meskipun sedikit (mudah-mudahan banyak....) berkaitan dengan segala aspek terkini dalam kehidupan kita baik dalam aspek Sosial, Ekonomi, dan lainnya di Negara kita khususnya dan yang mempengaruhi Umat Islam pada umumnya.
Wallahu a'alam bi shawab................

Amerika harus Dilawan!

Seperti diketahui, dalam pekan-pekan terakhir ini, sebagian besar media memberitakan rencana serangan AS atas Irak. AS telah mengirimkan sekitar 200 ribu pasukannya ke Teluk. Kemungkinan besar, serangan AS atas Irak akan segera direalisasikan-dengan atau tanpa restu PBB-bulan Februari ini. Bahkan, tidak tanggung-tanggung, ada kemungkinan AS menggunakan senjata nuklir untuk menghantam Irak. (Koran Tempo, 27/01/03). Jika sampai AS jadi menyerang Irak, dipastikan, sebagaimana ditulis Newsweek pekan ini, 48 ribu hingga 120 ribu orang akan kehilangan nyawanya. Sebagian besar korban tentu saja adalah rakyat Irak yang notabene mayoritas Muslim. Itu adalah jumlah korban langsung akibat perang. Sementara itu, korban tidak langsungnya dipastikan jauh lebih besar lagi. Akibat Perang Teluk tahun 1991 saja, di Irak, korban langsung yang meninggal diperkirakan berjumlah antara 100-120 ribu jiwa, termasuk 3500-12000 korban sipil. Korban tak langsungnya, yang meninggal karena penyakit yang diakibatkan perang, diperkirakan mencapai 100 ribu. Belum lagi angka kematian bayi pasca perang (1991-1994) yang meningkat 600 persen dan angka kelahiran bayi di bawah normal yang meningkat 500 persen (Koran Tempo, idem). Bahkan, menurut catatan resmi statistik pemerintah Irak, sebanyak kira-kira 1,6 juta rakyat Irak telah meninggal dunia akibat embargo ekonomi pimpinan AS yang telah berlangsung 11 tahun. (Eramuslim.com, 02/01/2003).

Sementara itu, pada saat yang sama, obsesi AS untuk membongkar jaringan terorisme pasca Tragedi 11 September telah melahirkan sejumlah kebijakan yang kian mempersempit ruang gerak warga Muslim di negara itu. Baru-baru ini, Direktur Federal Bureau of Investigation Robert Mueller telah memerintahkan kantor-kantor perwakilan FBI di 56 cabangnya untuk mendata kembali jumlah masjid yang ada di AS. Sebagai bagian dari operasi intelijen yang tak terbatas jangkauannya, FBI telah memutuskan untuk memasang alat-alat perekam di masjid-masjid. Tindakan ini, kata seorang pejabat senior FBI, untuk memerangi kejahatan terorisme dan menjaga keamanan nasional. “Dengan begitu mereka bisa memonitor setiap orang yang ada di masjid dan segala aktivitas mereka,” ujarnya. (Newsweek, 27/01/03). (FBI),

Kebijakan FBI yang merugikan kalangan Islam sebetulnya bukan kali ini saja. Paling tidak, pada Mei 2002, dengan dalih untuk mencegah serangan teroris, Jaksa Agung John Ashcroftsweeping terhadap seluruh situs Islam di AS. Bukan cuma itu, FBI juga mengawasi dengan ketat komunitas Muslim dan tempat-tempat ibadah Islam. (Eramuslim.com, 28/01/2003). langsung mengambil alih kewenangan FBI dengan menerapkan kebijakan

Fakta-fakta di atas hanyalah secuil contoh nyata yang tampak dari betapa besarnya kebencian dan sikap permusuhan AS atas Islam dan kaum Muslim. Dan kebencian yang disembunyikan di dada-dada mereka jauh lebih besar lagi.

Sikap Nyata Orang-orang Kafir
Beberapa contoh kasus di atas menunjukkan bahwa orang-orang kafir, yang antara lain dipresentasikan oleh AS, pada dasarnya senantiasa menaruh kebencian dan sikap permusuhan terhadap Islam dan kaum Muslim. Kita tahu, sejak hari pertama Peristiwa 11 September 2001, misalnya, George W. Bush-yang ditujukan kepada Dunia-telah melakukan ‘teror’ lewat pernyataannya agar Dunia memilih: berada di belakang AS atau di belakang teroris! Bush tak segan-segan menyebut tindakan balasan yang akan diambilnya sebagai ‘Crusade’ yang mengingatkan pada Perang Salib di masa lalu. Lalu, AS segera melancarkan perang membabi-buta melawan umat Islam di Afganistan. Pada saat dilancarkannya perang di Afganistan, AS yang bertindak opresif itu juga berusaha mencari sejumlah sasaran baru dalam rangka mengobarkan Perang Salib: Somalia, Sudan, Yaman, dan Irak (yang sudah diambang untuk segera diluluhlantakkan). Semua sasaran adalah negeri-negeri Islam.

Di luar itu, sejumlah bukti faktual menunjukkan bahwa perang antiterorisme yang dilancarkan AS tidak tidak lain adalah untuk menghancurkan ideologi Islam yang telah banyak disinyalir oleh para pakar Barat sendiri sebagai ancaman berikutnya bagi ideologi kapitalisme Barat-yang dikomandani AS-pasca runtuhnya komunisme.

Fakta-fakta di atas sebetulnya bukanlah sesuatu yang aneh karena Allah Swt sendiri jauh-jauh hari telah memperingatkan kita melalui firman-Nya:

Telah nyata kebencian pada mulut-mulut mereka (orang-orang kafir) dan apa yang disembunyikan di dalam dada mereka adalah jauh lebih besar lagi. (QS Ali ‘Imran [3]: 118).

Mereka hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka. Akan tetapi, Allah tidak menghendaki melainkan semakin menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir membencinya. (QS at-Taubah [9]: 32).

Karena itu, dari fakta-fakta ini saja, Muslim mana pun yang jujur pasti akan mengakui bahwa AS sudah selayaknya dipandang sebagai musuh bersama kaum Muslim yang harus dilawan dan dienyahkan!

Langkah Nyata Umat Islam Saat Ini
Mencermati kenyataan di atas, kaum Muslim yang berakal sudah selayaknya menyadari bahwa apapun yang dilakukan oleh orang-orang kafir Barat dan AS terhadap mereka sudah seharusnya disikapi sebagai bentuk permusuhan. Barat dan AS tidak akan pernah ridha dengan Islam dan umatnya. Oleh karena itu, sikap yang sama-permusuhan-seharusnya ditujukan kepada mereka; bukan malah sikap ridha terhadap mereka atau berupaya meraih simpati mereka dengan cara mengorbankan harga diri dan identitas keIslaman kita.

Untuk itu, ada beberapa langkah yang harus dilakukan umat Islam saat ini. Pertama: perlunya ditanamkan kesadaran ideologis di kalangan umat Islam. Artinya, umat Islam perlu melakukan semacam “revisi” terhadap akidah yang dipeluknya. Sebab, selama ini mereka hanya memahami akidah Islam sebatas sebagai keyakinan spiritual semata, dan tidak sekaligus menjadikannya sebagai akidah politik. Akibatnya, mereka hanya responsif terhadap persoalan-persoalan ritual semata, tetapi tidak bergeming terhadap persoalan-persoalan politik, ekonomi, sosial dan sejenisnya yang mendera umat. Pada gilirannya, mereka menjadi tidak sadar dengan berbagai manuver politik maupun ekonomi yang dilakukan negara-negara besar seperti AS yang justru setiap waktu mengancam eksistensi mereka.

Kedua: Melepaskan ketergantungan-baik secara ekonomi, politik, militer-terhadap AS.

Ketiga: Menggalang rasa marah dan kebencian kaum Muslim terhadap AS dan aliansi negara-negara kafir. AS mesti dipandang sebagai musuh umat Islam yang tidak akan pernah mau menjaga eksistensi satu negeri Muslim pun. AS harus dituntut untuk bertanggung jawab atas berbagai penderitaan yang dialami oleh kaum Muslim di berbagai negeri Islam akibat imperialismenya yang sangat menjijikkan dan busuk.

Keempat: Memaksa umat Islam di berbagai negeri untuk menanggalkan ikatan-ikatan nasionalisme, patriotisme, primordialisme, sektarianisme, dan kedaerahan. Menempatkan kembali ikatan ukhuwah Islamiah pada tempatnya, menyadarkan kaum Muslim akan potensi/kekuatan mereka sebagai kekuatan yang bisa mengikat mereka, dan menyadarkan mereka bahwa salah satu sebab utama kelemahan mereka adalah karena mereka terikat oleh belenggu primordialisme, nasionalisme, keturunan, dan sektarianisme dan sejenisnya.

Kelima: Menjelaskan hakikat persoalan-persoalan hangat kaum Muslim seperti kasus Palestina, Kosovo, Irak, Sudan, Aljazair, Afghanistan, Tajikistan, Chechnya, Azerbaijan, Filipina, Indonesia, Malaysia, negeri-negeri Arab lain, dll. Semua itu dijelaskan fakta-faktanya dan solusi penyelesaiannya sesuai dengan hukum-hukum syariat.

Keenam: Selalu mengumandangkan jihad fi sabilillah dalam konteks melawan orang-orang kafir, terutama AS, yang saat ini getol memerangi Islam dan kaum Muslim secara fisik, terutama di Irak.

Ketujuh: Pengembangan opini umum tentang urgennya keberadaan Khilafah Islamiyah sebagai institusi yang akan melindungi dan mengayomi seluruh kaum Muslim. Dengan itu, umat Islam akan merasa berkepentingan untuk bersama-sama mewujudkannya dalam realitas kehidupan mereka. Sebab, hanya intitusi Khilafah Islamiyahlah-sebagaimana telah dibuktikan berabad-abad-yang mampu melindungi dan mengayomi umat Islam atas serangan dan intimidasi negara-negara kafir.

Potensi Umat Islam
Patut disadari, bahwa umat Islam saat ini memiliki potensi yang luar biasa dalam berbagai bidang, yang dapat dijadikan sarana untuk melawan hegemoni AS. Beberapa di antaranya dapat disebutkan sebagai berikut:

Pertama: Potensi Ideologis. Tidak bisa dipungkiri, Islam sebagai ideologi secara nyata bertentangan dengan ideologi kapitalisme yang diusung oleh AS. Setelah komunisme runtuh, satu-satunya musuh ideologis AS adalah Islam. Kekuatan ideologi Islam ini secara jujur diakui oleh banyak pihak. Carleton S, saat mengomentari peradaban Islam dari tahun 800 M hingga 1600 M, menyatakan, “Peradaban Islam merupakan peradaban yang paling besar di dunia. Peradaban Islam sanggup menciptakan sebuah negara adidaya kontinental (continental super state) yang terbentang dari satu samudera ke samudera yang lain; dari iklim Utara hingga tropis dan gurun dengan ratusan juta orang tinggal di dalamnya, dengan perbedaan kepercayaan dan asal suku.” (Ceramahnya, 26/09/01, dengan judul “Technology, Business, and Our Way of Life: What’s Next).

Bahkan, Samuel Huntington, dalam bukunya, The Clash of Civilitation and the Remaking of World Order, menulis, “Problem mendasar bagi Barat bukanlah Fundamentalisme Islam, tetapi adalah Islam sebagai sebuah peradaban yang penduduknya meyakini ketinggian kebudayaan mereka dan dihantui oleh rendahnya kekuataan mereka.”

Kedua: Potensi Geografis. Kaum Muslim secara geografis menempati posisi yang strategis jalur laut dunia. Mereka mengendalikan Selat Gibraltar di Mediterania Barat, Terusan Suez di Mediterania Timur, Selat Bab al-Mandab yang memiliki teluk-teluk kecil di Laut Merah, Selat Dardanella dan Bosphorus yang menghubungkan jalur laut Hitam ke Mediterania, serta Selat Hormuz di Teluk. Selat Malaka merupakan lokasi strategis di Timur Jauh. Dengan menempati posisi yang strategis ini, kebutuhan masyarakat internasional akan wilayah kaum Muslim pastilah tinggi mengingat mereka harus melewati jalur laut strategis tersebut. Kalaulah seluruh wilayah kaum Muslim bersatu di dunia di bawah naungan Daulah Khilafah Islamiyah, mereka akan memiliki posisi geografis yang sangat menguntungkannya sebagai negara adidaya.

Ketiga: Potensi SDA. Negeri-negeri Islam dianugerahi Allah Swt sebagai negeri-negeri yang kaya-raya dengan sumberdaya alam. Negeri-negeri Islam dikenal sebagai wilayah yang subur. Sumberdaya alam kedua yang penting adalah bahan mentah. Dunia Islam mengendalikan cadangan minyak dunia (60%), boron (40%), fosfat (50%), perlite (60%), strontium (27%), dan timah ( 22%). Di antara bahan mentah tersebut, minyak memiliki posisi yang sangat strategis. Seperti kata Clemenceau pada waktu Perang Dunia I, “Setetes minyak sama nilainya dengan setetes darah prajurit kita.”

Kekuatan minyak ini pernah ditunjukkan oleh negeri-negeri Arab dalam embargo minyak tahun 1973-1974. Embargo tersebut mampu menimbulkan keguncangan ekonomi Amerika Serikat dan negara-negara Eropa saat itu.

Keempat: Potensi Jumlah Penduduk. Memang, jumlah penduduk bukanlah satu-satunya faktor pendukung kekuatan sebuah negara. Kalaulah umat Islam bersatu di seluruh dunia di bawah naungan Daulah Khilafah Islamiyah, jumlah penduduknya tentu sangat luar biasa. Saat Dunia Islam masih “tidur” saja jumlah penduduknya lebih kurang 1 miliar atau 20% dari populasi di dunia.

Kelima: Potensi Militer. Harus diakui bahwa saat ini industri militer Dunia Islam dalam keadaan mundur bahkan mengalami ketergantungan terhadap musuh-musuhnya. Akan tetapi, secara kuantitas jumlah pasukan militer di Dunia Islam sangat besar. Seandainya, dari satu miliar penduduk Dunia Islam direkrut 1 %-nya saja akan didapat 10 juta tentara. Karena itu, dapat dibayangkan jika mobilisasi pasukan militer ini dilakukan oleh sebuah negara, apalagi negara yang bersifat internasional seperti Daulah Khilafah Islamiyah. Akan tetapi, sayang, praktis sejak perang terakhir melawan Israel tahun 70-an, pasukan militer di negeri-negeri Islam tidak pernah berperang melawan kekuatan penjajah, kecuali Irak dan Afganistan saat menghadapi serbuan AS. Sebagian besar pasukan militer di Dunia Islam justru sering digunakan oleh penguasa untuk menindas rakyatnya sendiri, bukan untuk melawan penjajah.

Khatimah
Itulah beberapa potensi besar yang dimiliki oleh umat Islam saat ini. Dengan potensi ideologis dan faktor-faktor penunjang tersebut, umat Islam berpotensi (kembali) untuk menjadi sebuah kekuatan yang sangat besar dan dahsyat, yang akan mampu mengimbangi, bahkan, menghancurkan hegemoni AS saat ini. Hal itu hanya mungkin terjadi jika kaum Muslim berada dalam satu institusi yang menjadi naungannya, yakni Daulah Khilafah Islamiyah.

Akhirnya, marilah kita renungkan janji Allah Swt:

Sesungguhnya Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan beramal shalih di antara kalian bahwa Dia pasti akan menjadikan mereka penguasa di muka bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa; Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka; dan Dia akan menukar keadaan mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan, menjadi aman sentosa. (QS an-Nur [24]: 55).


Tidak ada komentar: